Kurus memang tak selalu berarti tak sehat, kok. Hanya saja, kita harus tahu penyebab mengapa ia tampak kurus.Orang tua mana, sih, yang bisa anteng-anteng saja kalau anaknya tampak kurus. Bisa dipastikan berbagai upaya dilakukan orang tua agar si anak bisa gemuk. Sebab, dianggapnya anak gemuk, kan, pertanda sehat. Memang, diakui Aryono Hendarto, MD, dokter spesialis anak dari Subbagian Gizi dan Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, sering terdapat kekeliruan persepsi dari para orang tua. "Anak sehat yang ideal itu identik dengan badan yang gemuk." Padahal, tentu saja tidak. "Karena sesuatu yang berlebihan atau kekurangan pasti tak baik. Normalnya, berat badan yang sesuai usia dan tinggi badannya."
ISTILAH ANAK KURUS
Secara fisik, menurut Aryono, anak dikatakan kurus tak hanya berdasarkan berat badan saja tapi juga tinggi badan. Ada dua hal penting yang menyebabkan anak disebut kurus;
1)Kurus karena berat badannya kurang menurut umur, sementara tinggi badannya sesuai umur atau kurang menurut umur. 2)Kurus karena tinggi badannya yang lebih menurut umur sementara beratnya cukup menurut umur.
Nah, kriteria sehat menurut WHO mencakup sehat fisik dan jiwa. "Anak kurus yang kedua bisa dikatakan sehat, kalau kriteria sehatnya itu jarang sakit. Sedangkan anak kurus yang pertama dikatakan tak sehat karena berat badannya dan bahkan tingginya pun kurang atau tak sesuai menurut umur," papar Aryono, yang juga berpraktek di RSIA Hermina Jatinegara.
Pada prinsipnya, lanjut Aryono, kendati kurus, berat badan anak harus naik setiap bulannya sesuai dengan umur. "Nah, yang jadi masalah kalau anak kurus beratnya tak naik-naik. Ini harus dicari penyebabnya. Bisa karena asupan nutrisinya kurang, aktivitas anak yang berlebih meski asupannya cukup dan bisa juga karena ada penyakit yang melatarinya sehingga asupan makanannya kurang."
PARAMETER KURUS TIDAKNYA
Berat badan merupakan salah satu parameter pertumbuhan seorang anak, di samping faktor tinggi badan. Karena itu terdapat istilah tumbuh kembang pada anak. Tumbuh berarti bertambah besar sel-selnya dan kembang berarti bertambah matang fungsi sel-selnya. "Nah, bila anak kurus beratnya tak sesuai dengan berat badan ideal menurut umur, maka dikatakan pertumbuhannya kurang baik," terang Aryono.
Yang jelas, berat badan ideal seorang anak memiliki range. Standarnya bagi anak laki-laki dan perempuan juga berbeda. Biasanya anak perempuan mempunyai berat badan lebih rendah dibandingkan anak laki-laki. Untuk ukuran berat badan ini umumnya di Indonesia menggunakan parameter yang diadaptasi dari Amerika yaitu NCHS (National Centre for Health Statistic). Ada juga yang menggunakan hitungan Departemen Kesehatan untuk konsumsi nasional, yaitu KMS (Kartu Menuju Sehat). Nah, pada parameter ini bisa dilihat berat badan ideal seorang anak menurut umurnya dan juga jenis kelaminnya. "Bila berat badan anak lewat dari standar 100 persen maka dikatakan overweight dan di atas 120 persen disebut obesitas, sedangkan kalau beratnya di bawah 80 persen berat badan ideal dikatakan kurang gizi dan manifestasinya anak tersebut tampak kurus," jelas Aryono.
Namun, Aryono mengingatkan, bahwa berat badan harus dikaitkan dengan umur dan tinggi badan. Misal, anak perempuan 12 bulan dengan berat badan 7,2 kg dan tinggi badan 72 cm. Sedangkan berat badan rata-rata anak perempuan umur 12 bulan sekitar 9,6 kg. Jadi berat badan anak tersebut 75 persen dari berat badan rata-rata seusianya. Ini berarti anak tersebut termasuk gizi kurang. Tapi, kalau dilihat dari tinggi badannya maka ; 72 cm (tinggi badan anak) : 74 cm (tinggi badan seharusnya) x 100 persen, maka tinggi badannya adalah 98 persen dari tinggi badan ideal. Ini berarti bila dilihat dari tingginya yang baik maka anak tersebut termasuk gizi baik. "Interpretasinya adalah anak tersebut mengalami kekurangan gizi akut, karena berat badan kurang untuk berat badan rata-rata seusianya, tetapi tinggi badannya masih bagus. Tapi andaikata tinggi badannya sudah ikut terhambat maka dikatakan gizi kronik yang biasanya mencerminkan gizi buruk, artinya kekurangan gizi sudah berlangsung dalam waktu lama," terang Aryono.
FAKTOR NUTRISI Bila yang terjadi adalah anak kurus dengan berat badan yang tak naik-naik, tentu saja bisa dikatakan sehat dan bisa juga tidak. Karena itu harus dicari penyebabnya; karena faktor nutrisi atau non nutrisi. Faktor nutrisi, misal,sang ibu merasa sudah cukup memberi asupan makanan yang bergizi. Kuantitas dan kualitasnya baik sesuai dengan menu gizi seimbang yang mengandung; karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Setelah dianalisis asupan dietnya ternyata yang diberikan kuantitasnya masih kurang dari kebutuhan. Padahal setiap bulan seorang anak beratnya harus selalu ada kenaikan. Secara kasar dapat dipakai patokan sebagai berikut; anak umur setahun beratnya tiga kali berat badan lahir. Umur 2 tahun kira-kira 4 kali berat badan lahir. Jadi, kalau bayi lahir dengan berat badan 3 kg maka pada usia 1 tahun beratnya 9 kg dan pada usia 2 tahun jadi 12 kg. Lebih spesifik lagi, bayi 3 bulan pertama kenaikan beratnya antara 600 gr-1000 gr. Jadi per minggunya naik 150-250 gr. Kemudian 3 bulan kedua naik sekitar 600-700 gram per bulan. Tiga bulan ketiga sekitar 400-500 gr. Tiga bulan keempat 300-400 gram. Di atas satu tahun, 1-3 tahun kira-kira kenaikannya sekitar 250 gram atau seperempat kilogram per bulan.
Nah, kalau ternyata setiap bulan berat badannya tak naik atau naik tapi tak memuaskan maka harus dievaluasi kembali masukan nutrisinya dengan memperhitungkan pula aktivitas fisiknya. Apakah sudah cukup untuk mengantisipasi kelebihan aktivitasnya. "Namun dengan catatan anaknya sehat atau tak ada penyakit. Karena kalau aktivitasnya berlebih sementara masukan kalorinya cukup atau pas-pasan, maka kalorinya tak cukup disimpan untuk menaikkan berat badannya." Memang ada periode-periode tertentu di mana anak sedang aktif, seperti usia satu tahun, anak mau bisa jalan. Pada anak-anak ini harus diberi tambahan kalori. Jadi kalau anak kurus tapi aktif dan tak ada penyakit yang mendasarinya maka asupan makanannya itu yang harus dianalisis. Untuk anak sehat yang kurus dalam hal makan pun tak ada yang khusus. Makanannya tetap dengan gizi seimbang sesuai dengan kelompok umurnya hanya jumlah kalorinya disesuaikan dengan kebutuhan menurut umur. Kecuali untuk anak sakit. Misalnya, anak sakit panas maka diberi yang lunak. Kalau diare diberi yang mudah diserap/dicerna.
FAKTOR PENYAKIT Sementara itu ada juga anak kurus yang tak sehat. Menurut Aryono, biasanya karena terdapat penyakit yang mendasarinya. Akibatnya anak tak mau makan/anoreksia. Di Indonesia beberapa penyakit yang dapat menyebabkan anak kurus akibat tak mau makan antara lain adalah infeksi seperti infeksi paru-paru (TBC), infeksi saluran kemih, infeksi parasit dan lain-lain. "Selama penyakitnya tak disembuhkan maka tetap akan kurus, sebab asupan makannya kurang karena anak tak nafsu makan. Dengan begitu berat badannya pun tak naik-naik." Biasanya anak kurus yang tak sehat karena ada penyakit yang melatarinya akan tampak seperti pucat, lesu, demam, tak nafsu makan dan berat badan pun tak mau naik-naik. Tapi bila penyakitnya disembuhkan, otomatis nafsu makan anak pun jadi membaik. Dengan demikian berat badan pun akan bertambah.
BUKAN TURUNAN Yang jelas, anak kurus bukan faktor turunan, lo. Berbeda dengan anak gemuk; menurut hasil penelitian, kalau kedua orang tuanya gemuk maka 70 persen anaknya berisiko gemuk. Bila hanya salah satu orang tua yang gemuk maka 40 persen anak berisiko gemuk. Sedangkan bila kedua orang tuanya tak gemuk maka anak berisiko 7-10 persen gemuk. Hal itu tak berlaku pada anak kurus. Kecuali masalah tinggi badan yang dipengaruhi kedua orang tuanya. Tinggi badan ini bisa membuat penampilan anak tersebut tampak kurus atau tidak. Bila kedua orang tuanya tinggi dan anaknya pun tinggi sehingga tampak kurus. Tapi, bisa juga, lo, kedua orang tuanya tinggi tapi anaknya pendek. Nah, kalau kemudian anaknya sering sakit, ya, jadi tampak kurus." Begitupun dengan berat badan lahir. Bukan berarti bila berat lahirnya rendah lalu akan membuat kelak anak jadi kurus. Berat badan lahir normal biasanya sekitar 2,5 4 kg. Kecepatan tumbuh kembangnya sama sesuai kurva tumbuh kembang. Sedangkan, pada berat badan lahir rendah dibedakan dalam dua hal, yaitu karena umur kehamilannya kurang/prematur dan karena umur kehamilan cukup, semisal 39 minggu tapi berat badan janin rendah, misal 2 kg, maka dikatakan dismatur atau mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dalam rahim. Nah, bayi yang dismatur biasanya perkembangan berat badannya akan mengejar ketinggalannya. Karena sebetulnya dia normal tapi mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim. Justru setelah lahir bayi-bayi dismatur ini rakus dan bisa mencapai berat badan seperti berat badan bayi normal. Sedangkan yang lahir prematur, dengan berat badan lahir sangat rendah, misal 1 1,5 kg tentu memakai kurva perkembangan yang berbeda. Bisa jadi kenaikan berat badan selanjutnya pun mungkin tak seperti berat badan anak normal. Nah, Bu-Pak, setelah kita tahu rumusan berat badan anak jangan lagi membandingkan-bandingkan berat badan anak dengan anak tetangga, ya. (Nakita), sumber website parenting.co.id/forum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar